Dakwah Islam - Seharusnya,
tak ada jerit tangis yang melengking di pertengahan Mei 1995 silam. Seharusnya,
tak ada catatan sipil yang menerangkan sepasangan shalih-shalihah itu
dikaruniai anak keduanya tepat buletin siang 12:00.
Tapi, suara
tangis bayi itu nyata! Makin lama, makin keras. Jelas terdengar.
Seketika itu,
kedua kaki seorang lelaki tegap berkacamata -yang menemani perjuangan
hidup-mati seorang perempuan di sampingnya, bergetar hebat. Dinding-dinding
hatinya meluruh seketika. Ia menjatuhkan dirinya tersungkur bersujud mengungkapkan
rasa syukur. Dengan terisak-isak, ia sampaikan beribu pujian ilahi di lantai
yang tak bersejadah.
''Alhamdulillahirrabil'alamin
ya Allah. Alhamdulillah. Alhamdulillah,'' sergahnya berkali-kali tak henti besama
linangan air mata penuh bahagia.
--
Tak
disangka kandungan kuat itu bertahan hingga usianya membuka cakrawala dunia.
Padahal, diusianya 4 bulan dalam kandungan, hampir saja ia dilucuti dari
hangatnya perut sang bunda.
Saat itu, saran
seorang dokter untuk menggugurkan kandungannya, bak sambaran kilat tepat di siang
bolong. Sakit sekali mendengarnya. Namun perihannya ucapan itu bukan tak
beralasan.
‘’Nyawa ibu
jadi taruhannya bila tak segera melepas janin itu,’’ Ucap dokter perlahan, tapi
tetap menyakitkan.
Beberapa pekan
terakhir, ia menderita cacar air di sekujur tubuhnya. Virus yang menghinggapi
tubuh malangnya, itu juga menyerang kesehatan janin buah hatinya yang tak tahu
menahu.
‘’Kita
minta sama Allah ya bun. Allah yang jaga. Allah yang beri kehidupan pada anak
kita,’’ kata Agus menguatkan ibu dari anak-anaknya.
‘’Kita akan
pertahankan bareng-bareng! Tidak boleh digugurkan!,’’ ucapnya menegas.
Malam
bertemu malam, disujudkan kening kepala pada keharibaan ilahi. Pekan bertemu
pekan, air mata mengalir, memanjatkan doa meminta perlindungan.
Bahkan
bulan bertemu bulan-bulan setelahnya, lampu kamar tetap terjaga di sepertiga
malam terakhir. Sejadah terbentang untuk bercakap langsung dengan Sang Pemilik
Kehidupan. Mata berkaca penuh air mata.
‘’Rabbi..
rabbi.. Kami lemah dengan segala keterbatasan kami. Rabbi..rabbi.. berilah
keselamatan untuk istri dan anak-anak kami,’’
‘’Jadikanlah
mereka penolong agama-Mu. Anak-anak yang sehat, cerdas, qurrata ‘ayun, pengamal
Islam, taat beriman pada-Mu, dan taat pada orangtua,’’ lirihnya mengharap.
Pun di
siang harinya. Ia semakin dermawan dan dermawan. Ia semakin sering berbagi dan
berbagi. Ia semakin gemar bersedekah dan bersedekah. Menolong orang lain
menjadi tak yang dilewatkannya.
Hingga
akhirnya, ironi dokter pun terpatahkan. Di pertengahan Mei itulah, Allah
menjawab seluruh harapan dan doanya. Istri dan anaknya selamat. Cerita
kehidupan baru mulai diarungi.
Atas
kehendak-Nya, kedua bola mata bayi mungil itu pun mengernyitkan senyuman bahagia
keduanya.
Tidak ada ikhtiar
yang sia-sia di mata Allah. Semuanya. Seluruhnya. Baginya dunia besar ini
mungkin lebih kecil dari pada jarak kedua ‘jari’-Nya.
Laa haula
walaa quwwata illabillah.